Sunday, February 28, 2010

Lambang Kejayaan Maritim Kota Makassar yang Hampir Punah (sebuah kenyataan Pelabuhan Rakyat (PELRA) Paotere Kota Makassar) / Arief Hidayat



Pelabuhan Rakyat pada dasarnya di beberapa tempat memiliki kesamaan yang hampir sama, namun budaya, kultur, serta kebiasaan setempat kawasan yang berbeda-beda mewarnai beberapa Pelabuhan Rakyat di Indonesia maupun di Dunia. Salah satu Pelabuhan Rakyat di Indonesia, khususnya bagian timur Indonesia yakni Pelabuhan Paotere di Pesisir Kota Makassar, yang dari dulu hingga saat ini masih berfungsi sebagai pelabuhan laut tradisional yang mengakomodir pelayaran lokal dari dan antar pulau maupun antar provinsi. Pelabuhan Rakyat Paotere terletak di bagian Utara Kota Makassar, berjarak sekitar tiga kilometer dari Pantai Losari. Pelabuhan Laut (Pangkalan Paotere) memiliki Panjang dermaga 510 m dengan Kedalaman Kolam Pelabuhan min. -03.00 m LWS. Pelabuhan Paotere merupakan salah satu pelabuhan rakyat yang menyimpan bukti sejarah peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo sejak abad ke-14, sewaktu memberangkatkan sekitar 200 armada Perahu Phinisi ke Malaka untuk membantu Raja Malaka mengusir penjajah Belanda. Kapal Lambo, Pinisi, serta kapal-kapal tradisional masih merapat serta melakukan bongkar muat barang yang berasal dari luar maupun dari dalam Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagaimana terlihat pada peta Kawasan Pelabuhan Paotere.
Nilai-nilai sejarah sangat terlihat dari kegiatan kepelabuhanan, design kapal yang masih sangat tradisional serta berada di Kawasan Kota Lama Makassar dimana berkembangnya Kota Makassar berawal dari Kawasan Kota lama Makassar. Kegiatan kepelabuhan terkadang sangat ramai pada jam-jam sibuk (peak hour) sekitar jam 7-8 Pagi dan kembali ramai pada sore hari. Barang-barang yang diangkut masuk dari dan keluar dari Pelabuhan menurut hasil survey para pelaut yaitu semen, kayu, bahan makanan, hasil tangkapan laut, dan banyak lagi menurut permintaan masyarakat.
Penggunaan Lahan sekitar kawasan pelabuhan Paotere yaitu permukiman, perdagangan dan beberapa fasilitas pendidikan dan kesehatan. Keberadaan pelabuhan Paotere menjadikan kawasan sekitar tumbuh sangat pesat, karena Pelabuhan Paotere menjadi generator pembangkit kawasan disekitarnya. Seperti kegiatan kepelabuhanan yang menarik masyarakat untuk berdagang, melakukan transaksi, lelang ikan, Bongkar Muat barang dan lain sebagainya.
Namun lambang kebudayaan maritime Kota Makassar ini mulai terkikis oleh peradaban yang mulai maju, faktor rusaknya lingkungan sekitar, penggunaan lahan dan bangunan yang tidak sesuai peruntukannya dan fungsi kawasan yang tidak mendukung Pelabuhan Paotere sebagai kawasan bersejarah sehingga di sekitar kawasan Pelabuhan Paotere mengakibatkan percampuran kegiatan dan estetika sekitar kawasan Pelabuhan Paotere menjadi hilang. Kurangnya kesadaran masyarakat akan menjaga lingkungan sekitar kawasan Pelabuhan Paotere juga menjadi pokok permasalahan buruknya kawasan Paotere. Secara nyata, disekitar Pelabuhan Paotere, merupakan permukiman para nelayan, buruh pabrik, pelaut pedagang, dan lainnya yang terkesan mengabaikan lingkungan sekitar sehingga kawasan sekitar Pelabuhan Paotere menjadi kumuh dan terlantar seperti membuang sampah sembarangan, kurangnya pengelolaan persampahan, drainase, serta sanitasi kawasan sekitar pelabuhan maupun dalam pelabuhan. Masalah lingkungan bukan hanya memperburuk kawasan Pelabuhan Paotere dari segi estetika lingkungan namun juga menurunkan tingkat kesehatan masyarakat sekitar Pelabuhan Paotere. Gaya hidup menuju peradaban modern juga menjadi penyebab Pelabuhan Paotere sebagai kebudayaan maritime semakin terpinggirkan, hal ini dilihat banyaknya responden dari penduduk Kota Makassar hanya sekedar mengetahui Keberadaan Pelabuhan Paotere tapi tidak mengetahui tempat, sejarah bahkan beberapa responden tidak mengetahui sama sekali tentang keberadaan Pelabuhan Paotere, akibat bermunculan tempat-tempat wisata maupun rekreasi atau refreshing yang jauh lebih modern seperti Mall, Diskotik, dan lain sebagainya sehingga Pelabuhan Paotere sarat sejarah menjadi terlupakan.
Berkaca dari Pelabuhan Rakyat yang telah ada dan berlangsung lama di luar negeri, seperti di Marseille Old Harbour, salah satu pelabuhan rakyat yang kuno di tengah-tengah pertumbuhan kota, masih sangat terawat bahkan menjadi salah satu kebanggaan Kota Marseille. Marseille Old Harbour, atau Pelabuhan Rakyat yang berada di Kota Marseille, Perancis memperlihatkan sebuah keserasian harmonisasi ruang kawasan yang menunjang keberadaan Pelabuhan Rakyat sebagai Point lebih kawasan untuk menarik wisatawan maupun untuk menarik pengunjung untuk datang ke Kota Marseille. Melihat kembali penataan sekitar kawasan Pelabuhan sangat terencana tanpa harus menghilangkan keindahan serta keaslian fungsi kawasan. Keaslian kawasan ditunjang dengan penataan yang baik secara fungsi penunjang maupun pendukung kawasan dapat menjadi daya tarik kota secara makro wilayah sebagaimana dapat dilihat pada Peta Marseille Old Harbour.
Menurut Professor Kevin Lynch (1984), bahwa landmark sebuah kota memiliki ciri khas baik berupa kawasan maupun bangunan yang memiliki arti dari sebuah Kota sehingga Pelabuhan sebagai Lambang Sejarah Kebudayaan maritime Kota Makassar telah mulai Pudar dari eksisnya perkembangan modern perkotaan serta buruknya pengelolaan sekitar dari masyarakat. Dalam hal ini kawasan Pelabuhan Paotere perlu penanganan khusus secara fisik dan secara social kemasyarakatan.
Beberapa Solusi yang dapat mengembalikan citra atau image Pelabuhan Paotere sebagai branding Kota Makassar yaitu Pertama, Penataan secara fisik kawasan sekitar Pelabuhan paotere serta Pelabuhan Paotere oleh Pemerintah Kota Makassar, yaitu dengan mengimplementasikan Rencana Kota (RTRW, RDTR dan RTBL) yang sesuai dengan fungsi kawasan sekitar Pelabuhan Paotere, hal ini untuk memberikan hal yang jelas terhadap peruntukan bangunan di sekitar kawasan pelabuhan yang mendukung keberadaan Pelabuhan Paotere sebagai kawasan bersejarah. Serta pengelolaan persampahan, sanitasi kawasan, drainase, jalan, RTH Kawasan Permukiman sekitar dan di dalam Pelabuhan Paotere agar image kawasan Pelabuhan Paotere kembali memberikan rona yang baik kepada seluruh masyarakat local serta masyarakat yang datang dari luar Makassar. Sedangkan penataan secara social demografi kawasan pelabuhan Paotere. Dalam hal ini Pemerintah Kota Makassar harus mampu mendorong masyarakat dalam hal pemahaman tentang pentingnya mengelola lingkungan sekitar baik pengelolaan sampah, pemeliharaan fasilitas umum serta pengelolaan ruang hijau kawasan, karena image kawasan yang baik juga akan berdampak pada Kota Makassar secara makro wilayah.
Terakhir, penting pula membangun kesadaran pemerintah untuk meningkatkan nilai sejarah Kawasan Paotere dengan banyak memperkenalkan atau mempromosikan Paotere sebagai salah satu Lambang Kejayaan Maritim Kota Makassar yang masih tinggi akan cita rasa sejarah sehingga menarik minat masyarakat dari luar kota Makassar untuk datang secara khusus untuk melihat Pelabuhan Paotere dengan kawasan sekitarnya, sehingga juga mampu menambah pendapatan masyarakat sekitar Pelabuhan dan Pemerintah Kota Makassar dari sisi Pariwisata Kota Makassar.

Sunday, February 14, 2010

SEMINAR DAN PELATIHAN INTERNASIONAL PENDIDIKAN



Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota serta COAST (Coastal n' Island Society) mengadakan “Seminar Internasional Pendidikan dan Pelatihan Internasional Penulisan Karya Tulis Ilmiah"

Tema Kegiatan Seminar
Kegiatan Seminar bertemakan “Meningkatkan Mutu/Kualitas Pendidikan Melalui Program Pendidikan Gratis”.
Pemateri Seminar :
a. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan
Sub Materi : Kebijakan Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan dalam Memperluas Akses Pendidikan dan Mewujudkan Kualitas
b. Prof. DR. H. Bahaking Rama, M.S.
(Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar)
Sub Materi : Akselerasi Pendidikan Tinggi dalam Menjawab Kebutuhan Pendidikan Dasar dan Menengah.
c. Chong Tae Young, Ph.D.
(Hanguk University, Korea Selatan)
Sub Materi : Pendidikan dan Penyiapan Tenaga Kerja Handal : Belajar dari Pengalaman Korea Selatan.
d. Ismail Suardi Wekke, Ph.D.
(Universiti Kebangsaan Malaysia)
Sub Materi : Kajian Empirik antara Kualitas Pendidikan dan Pendidikan Gratis
Pelatihan : Metode Penulisan Karya Tulis Ilmiah dan Proses Publikasi serta Akreditasi

Tempat Pelaksanaan
Aula Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Jalan Sultan Alauddin

Waktu Pelaksanaan
Ahad, 21 Februari 2010, Pukul 08.00 - Selesai

Tempat Pendaftaran
Kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Jl. Sultan Alauddin Samata-Gowa.


Konstribusi Untuk UMUM Rp 120.000,- dengan fasilitas (SNACK - MAKAN SIANG – MAKALAH – SERTIFIKAT SEMINAR – SERTIFIKAT PELATIHAN)
Untuk MAHASISWA S1 Rp 85.000,- dengan fasilitas (SNACK - MAKAN SIANG – MAKALAH – SERTIFIKAT SEMINAR – SERTIFIKAT PELATIHAN)
INFORMASI

Arief Hidayat 0852-4228-6346
Akbar Aksan 0411-5447028

Tuesday, October 13, 2009

Isu, Permasalahn serta penataan Ruang Pesisir secara Singkat

Isu Wilayah Pesisir Pantai dan Laut

Perkembangan pembangunan wilayah pesisir pantai dan laut yang cukup pesat berdampak pada pemanfaatan dan pengelolaan yang tumpang tindih atau terabaikan. Pengelolaan ini menjadi lebih kompleks bila tumpang tindih fungsi dan kewenangan atau ketidakpedulian ini lebih kepada konflik pemanfaatan sumberdaya kelautan antar sektor, daerah, swasta dan pihak yang berkepentingan lainnya. Isu wilayah pesisir pantai saat ini secara umum yang merupakan pemicu terjadinya konflik, adalah sebagai berikut :

1. Wilayah pesisir pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk terbesar,

2. Wilayah pesisir pantai merupakan daerah yang sangat produktif ekologi biologinya, tempat pemijahan dan pengasuhan biota laut (nursery ground),

3. Wilayah pesisir pantai merupakan wilayah dinamis yang kerap kali berubah baik dalam potensi biologis, khemis ataupun proses geomorfologi pantainya,

4. Pada Wilayah pesisir pantai banyak dijumpai terumbu karang, hutan mangrove dan sistem perbukitan membujur sepanjang tepi pantai yang merupakan daerah pertahanan alami terhadap badai, banjir dan abrasi laut.

5. Ekosistem pantai sering terpengaruh terhadap polusi, sedimen, limbah-limbah persawahan atau industri yang berasal dari daerah daratan (in land),

6. Kegiatan pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat pesisir masih rendah.

Permasalahan Wilayah Pesisir Pantai dan Laut

Berbagai isu dan permasalahan wilayah yang dijumpai di wilayah pesisir. Umumnya permasalahan yang telah berkembang tersebut, antara lain :

1. Sumberdaya manusia yang rendah diiringi dengan pertumbuhan penduduk yang cepat akan memicu konflik-konflik di wilayah pesisir terutama yang berhubungan dengan penggunaan sumberdaya alam wilayah,

2. Adanya kepentingan individu yang dominan untuk meningkatkan keuntungan ekonomi dari penggunaan sumberdaya alam pesisir dan kelautan, sehingga hukum dikesampingkan,

3. Pengkurasan sumberdaya yang serius, dan rusaknya ekosistem pesisir pantai dan laut,

4. Polusi di daerah pantai dan lingkungan laut yang semakin meningkat,

5. Konflik keinginan antar sesama pengguna daerah pantai dan laut,

6. Kegiatan/pengelolaan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir/pantai belum terencana dengan baik termasuk lemahnya sistem koordinasi antarsektor dan antarpusat dan daerah (desentralisasi dan dekonsentralisasi).

7. Minimnya sarana dan prasarana, seperti sarana air bersih, telekomunikasi, transportasi,

Penataan ruang wilayah pesisir pantai dan laut relatif lebih dinamis dibandingkan dengan penataan ruang wilayah daratan. Dari ketiga aspek yang mempengaruhi penataan ruang, yaitu aspek fisik, sosial dan ekonomi, ketiganya relatif lebih dinamis pada penataan ruang wilayah pantai. Aspek fisik pada penataan ruang wilayah daratan hampir tidak berubah selama berlakunya rencana tata ruang, kecuali jika terjadi bencana alam yang merubah secara drastis rupa bumi wilayah perencanaan. Sebaliknya penataan ruang pada wilayah pantai, perubahan aspek fisik harus diperhatikan secara khusus, karena wilayah pantai merupakan bentang alam yang senantiasa berubah akibat intensifnya gaya-gaya didaratan dan dilautan. Di samping akibat gaya-gaya yang bersifat alamiah tersebut, wilayah pantai dapat pula berubah akibat perbuatan manusia, proses reklamasi dan lagunisasi merupakan dua contoh yang mulai banyak terjadi di Indonesia.

Dilihat dari aspek ekonomi, wilayah pantai juga mendapat pengaruh yang relatif lebih besar. Dinamika perekonomian wilayah mengakibatkan perubahan yang sangat cepat pada nilai atau opportunity cost dari lahan pantai. Kebutuhan pengembangan pelabuhan akibat membengkaknya arus perdagangan, kebutuhan lahan untuk pengembangan Water Front City akibat bertambahnya jumlah penduduk yang berpendapatan menengah ke atas yang menuntut adanya lokasi permukiman yang lebih berkualitas, pengembangan tambak akibat kenaikan permintaan ikan/udang di pasar dunia, merupakan tiga contoh klasik dari dinamika perekonomian yang memiliki dampak yang cukup besar terhadap penataan ruang wilayah pantai.

Aspek sosial umumnya merupakan ikutan dari perubahan yang diakibatkan oleh aspek ekonomi. Pengembangan wilayah pantai untuk kegiatan-kegiatan yang memiliki nilai ekonomis tinggi biasanya berdampak pada penggusuran kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang sebelumnya berdiam di wilayah pantai. Di samping itu, pengembangan wilayah pantai dalam banyak kasus sering bermuara pada dibatasinya akses sebagian besar masyarakat untuk menikmati sumberdaya laut yang selama ini dapat dimanfaatkannya secara gratis. Pengembangan permukiman mewah dan hotel berbintang dibibir pantai, seperti yang terjadi pada beberapa kota besar di Indonesia secara langsung membatasi kesempatan masyarakat untuk menikmati kenyamanan dan kesejukan pantai, termasuk keindahan sunset.

Penataan Ruang Wilayah Pesisir Pantai dan Laut

Dari pemahaman uraian permasalahan tersebut di atas, memperjelas bahwa prinsip dasar dalam penataan ruang wilayah pantai tidak berbeda jauh dengan penataan ruang pada umumnya, yaitu berupaya mendapatkan manfaat dari sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin dengan memperhatikan kelestarian lingkungan pantai dan laut serta aspek pertahanan keamanan.

Dengan kata lain, kaidah-kaidah penataan ruang yang berlaku umum tetap dapat digunakan dalam penataan ruang pantai, walaupun sebelumnya pada beberapa aspek memerlukan modifikasi agar sesuai dengan karakteristik wilayah pantai dan laut yang memiliki kekhususan tersendiri, yang berbeda dengan wilayah lainnya.

Thursday, July 9, 2009

Hutan Mangrove








Topik : Kajian Fungsi Mangrove di Kawasan Pesisir,
kaitannya dengan perencanaan ruang pesisir
a. Fungsi meredam dari Efek Gas Rumah Kaca yang menyebabkan Global Warming, yang dampaknya Naiknya Paras Muka Air Laut (Sea Level Rise)
Efek gas rumah kaca, dapat dijelaskan secara sederhana seperti ini, gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari secara leluasa masuk ke Bumi, namun ketika bumi kembali memantulakan gelombang panjangke atmosfer, gelombang tadi tertahan oleh lapisan kaca, lapisan kaca tersebut terbentuk dari berbagai macam gas, terutama kabondioksida (CO2), yang konsentrasinya kini hingga mencapai 382 part per million (ppm). Sehingga suhu bumi makin hangat akibat efek ini.

Gambar 1, Proses Efek Gas Rumah Kaca, Subandono (2009)
Akibat dari proses global warming ini, imbasnya terjadi juga diwilayah pesisir, naiknya paras muka air laut (sea level rise) menyebabkan garis pantai, maupun lahan yang baik di budidaya maupun , non budidaya menjadi hilang. Apalagi pantai sifatnya landai, berpasir. Hal ini dapat berakibat buruk pada daerah Upland atau daratan, khususnya masyarakat setempat. Walapun dampaknya tidak terlalu terlihat pada 10 tahun kedepan namun, dalam perencanaan wilayah pesisir, proyeksi kedepan dan tantangan ke depan di wilayah pesisir harus difikirkan demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.

Gambar 2, Kondisi Wilayah Pesisir Ketika terjadi SLR, Subandono (2009)
Dalam hal ini mangrove juga mampu meredam CO2, Sama halnya tumbuhan lain, mangrove juga mempunyai kemampuan untuk menyerap karbondioksida (CO2). Riset yang digarap Nyoto Santoso (2007) di Batu AMpar, Kalimantan Barat, menunjukkan Mangrove mampu menyerap CO2.
Menurut riset tersebut mangrove dengan kondisi tergolong baik (potensi kayu 178 m3/ha) ternyata mampu menyerap karbon sebesar 10,68 Ton/ha/tahun. Jika dihitung secara matematis maka jutaan hutan mangrove baik di Indonesia maupun dunia, mampu menyerap karbon yang sangat besar.
Perlunya penanaman hutan mangrove di wilayah pesisir, menjadi sangat penting hal ini untuk menyerap karbondioksida untuk meredam besarnya efek rumah kaca.
Secara fisik, mangrove juga mampu meredam naiknya paras muka air laut yang mengaibatkan erosi pantai. Khususnya pantai berlumpur, mangrove sangat penting, karena system perakaran mangrove biasanya menjadi penopang bagi kestabilan pantai yang berlumpur. Hutan mangrove mampu meredam gelombang yang akan mencapai pantai. Apabila hutan mangrove di tebang maka fungsi peredaman akan hilang.

Gambar 3, Mangrove menahan SLR, Subandono (2009)

b. Fungsi meredam dari Pasang Laut, ROB Tsunami dan sebagai tempat hidup satwa air dalam rangka peningkatan budidaya perikanan
Mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai mengingat system perakarannya yang dapat meredam ombak, arus, serta menahan sedimen. Dalam beberapa kasus penggunaan vegetasi mangrove untuk penahan erosi lebih murah dan memberikan dampak ikutan yang menguntungkan dalam hal meningkatakan kualitas perairan di sekitarnya. Selain itu mangrove juga mampu meredam angin dan badai di sekitar pesisir pantai.
Keberadaan mangrove mampu meredam energy gelombang. Pengurangan energy tersebut akibat gesekan, turbelansi dan pecahnya gelombang yang terjadi di akar, batang dan ranting mangrove.
Mangrove karena memiliki perakaran yang kuat dan istimewa, bertajuk rapat dan rata serta lebat sepanjang waktu, sehingga mampu meredam gelombang Tsunami, sehingga mampu menjadi tameng alami untuk mitigasi tsunami di wilayah pesisir.

Gambar 4, Mangrove menahan Stunami, Subandono (2007)
Ekosistem mangrove memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Menurut soemodihardjo et al (1993) jenis-jenis tumbuhan yang ada dihutan mangrove Indonesia mencakup sekitar 35 jenis pohon. 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit.
Berdasarkan hasil penelitian Cann (1978), di hutan mangrove bermukim berbagai jenis kura-kura air tawar, buaya air tawar, mollusca, fauna lain seperti bangau hitam, kepiting, bakau, ikan belanak, Gastropoda, buaya muara dan biawak.
Disisi lain mangrove juga menunjang kegiatan perikanan, baik tangkap maupun budidaya. Hal itu tak terlepas dari peran hutan mangrove sebagai kawasan pemijahan, daerah asuhan, dan mencari makan bagi ikan, udang dan kerang-kerangan. Mangrove juga melindungi dan melestarikan habitat perikanan serta mengendalikan dan menjaga keseimbangan rantai makanan di pesisir.
Berdasarkan data tahun 1977 menunjukkan bahwa sekitar 3% dari hasil tangkapan laut di Indonesia berasal dari jenis spesies yang bergantung pada ekosistem mangrove, sehingga nelayan bias dengan mudah menangkap ikan, udang, kepiting, dan moluska hamper tiap hari.
Hasil penelitian Martusubroto dan Naamin (1979) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara luas kawasan mangrove dengan produksi perikanan budidaya. Bahwa dengan meningkatnya luasan kawasan mangrove maka produksi perikanan budidaya juga turut meningkat dengan membentuk persamaan Y = 0,06 + 0,15X.

Gambar 4, Grafik Hubungan antara Luasan Mangrove dengan Hasil Tangkapan Udang, Subandono (2009)

c. Fungsi untuk menahan Intrusi Air Laut akibat SLR
SLR juga mengakibatkan volume air laut yang besar mendesak ke dalam sangat besar. Air laut yang mendesak masuk jauh ke darat melalui sungai merupakan masalah bagi masyarakat pesisir yang menggantungkan air baku dari sungai baik untuk keperluan sehari-hari maupun tuk industry, pertanian dan perikanan.


Gambar 5, A: Sebelum SLR Air tawar belum diintrusi air laut, B : Setelah SLR Air Tawar diintrusi air laut, Subandono (2009)

Adanya mangrove menjadi solusi menahan intrusi air laut yang sangat besar. Fungsi ini sama dengan fungsi hutan yang mampu menyimpan air tanah. Kemampuan ini telah terbukti bahwa lahan yang mangrovenya terjaga baik memiliki kondisi air tanah yang tidak terintrusi air laut. Sebaliknya pada lahan mangrove yang telah dikonversi air tanahnya terintrusi oleh air laut.


Daftar Bacaan
Diposaptono, Subandono, Dkk.2007.Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. Buku Ilmiah Populer. Bogor

Diposaptono, Subandono, Dkk. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Buku Ilmiah Populer. Bogor

Sunday, May 10, 2009

KAWASAN PESISIR SUMPANGMINANGAE , KOTA PARE-PARE BERBASIS MITIGASI TSUNAMI



FILOSOFI

LATAR BELAKANG
Daerah Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara In Land dan Up land, yaitu perantara antara Laut dan Daratan hal ini menjadikan pesisir menjadi daerah yang sangat memiliki potensi kawasan yang sangat tinggi baik wisata, Industri, permukiman, dll. Namun disamping itu daerah pesisir merupakan daerah yang melindungi daerah daratan karena sebagai daerah bawah yang melindungi daerah atasnya (daratan).
Wilayah pantai timur Sulawesi Selatan salah satu wilayah yang kaya akan potensi sumber daya laut, wisata, namun juga potensi akan Gelombang Pasang Tsunami (Agus Hendratno, 2005). Selat Makassar masuk dalam Zona D Sesismotektonik dengan 9 kali kejadian Tsunami dalam kurun waktu 400 tahun belakangan (Latief et al, 2000). Di Sulawesi Selatan, bencana Tsunami pernah melanda Kabupaten Majene (1964), Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba (1904), serta Kabupaten Selayar (1964 dan 1992). Daerah Sumpangminangae merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar di sebelah timur dan masuk dalam Zona D dengan periode ulang Tsunami antara 15-20 Tahun (Subandono, 2007)
Rencana Zonasi Ruang Pesisir di Daerah Sumpangminangae Kota Parepare sebagai bentuk mitigasi untuk menghindari kerusakan ataupun kehancuran yang lebih parah pada daerah pesisir atau Up land atau daerah daratan beserta yang tinggal di dalamnya. Dasar pertimbangan perencanaan dengan melihat fisik kawasan, tata guna lahan serta ruang wilayah secara makro dan Kota secara mikro, yaitu melihat arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Parepare.
TUJUAN
Rencana Zonasi Ruang Pesisir berdasarkan FILOSOFI di atas bertujuan
- Menjaga peradaban baik di darat maupun di laut
- Menjaga keseimbangan antara laut dan darat
- Berusaha bersikap saling menghargai terhadap laut yang memberikan kita sumber daya yang melimpah.

Rencana Zonasi Ruang Pesisir juga bertujuan
- Mengembalikan fungsi asli wilayah pesisir baik sebagai kawasan budidaya serta kawasan lindung
- Meminimalkan atau memperkecil korban jiwa akibat bencana tsunami
- Mencegah kehancuran daerah pesisir akibat bencana tsunami yang menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana vital yang ada di wilayah pesisir.
METODE PENELITIAN
a. Lokasi Penelitian berada di Kawasan Pesisir Sumpangminangae, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare. Sulawesi Selatan.
b. Analisis didasarkan pada kondisi fisik wilayah serta mempertimbangkan arahan wilayah Kota Parepare secara makro serta kawasan Sumpangminangae secara mikro

GAMBARAN UMUM KOTA PAREPARE
Berdasarkan tinjauan astronomi, Kota Parepare terletak antara 3057’39’’-4004’ 49’’ Lintang Selatan dan 1190 36’ 24’’ - 1190 43’ 40’’ Bujur Timur, sedangkan secara geografis terletak di sebelah barat bagian tengah Propinsi Sulawesi Selatan. Kota Parepare terletak di sebelah utara timur laut Kota Makassar yang berjarak tempuh kurang lebih 3 jam perjalanan atau 155 km.
Kota Parepare secara administrasi dan geografis berbatasan dengan beberapa kabupaten sebagai berikut :
 sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang;
 sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap);
 sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru; dan
 sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Parepare dan Selat Makassar.
Kota Parepare memiliki 21 kelurahan di 3 kecamatan (lihat tabel) yang memanjang dari barat ke timur sepanjang Teluk Parepare atau pesisir barat Propinsi Sulawesi Selatan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh wilayah belakang (hinterlandnya), yaitu Kabupaten: Pinrang, Enrekang, Sidrap, dan Barru, yang terletak di sebelah barat ke timur Propinsi Sulawesi Selatan. Luas keseluruhan wilayah kota Parepare yang berjarak 155 km dari Kota Makassar adalah 99,33 km2 atau hanya sekitar 0,16 % dari luas keseluruhan Propinsi Sulawesi Selatan (62.641,39 km2).
Kecamatan dan Kelurahan di Kota Parepare tahun 2006
No. Kecamatan Kelurahan Luas (km2) Persentase (%)
1. Bacukiki
Lumpue
Watang Bacukiki
Lemoe
Lompoe
Bumi Harapan
Sumpangminangae
Cappagalung
Tiro Sompe
Kampung Baru 79,70
4,99
25,52
29,75
11,43
6,16
0,31
0,70
0,38
0,46 80,23
5,02
25,69
29,95
11,51
6,20
0,31
0,70
0,38
0,46
2. Ujung
Labukkang
Mallusetasi
Ujung Sabbang
Ujung Bulu
Lapadde 11,30
0,36
0,22
0,36
0,38
9,98 11,38
0,36
0,22
0,36
0,38
10,05
3. Soreang
Kampung Pisang
Lakessi
Ujung Baru
Ujung Lare
Bukit Indah
Watang Soreang
Bukit Harapan 8,33
0,12
0,15
0,48
0,18
1,19
0,65
5,56 8,39
0,12
0,15
0,48
0,18
1,20
0,65
5,56
Jumlah 99,33 100
Sumber : Kota Parepare dalam Angka Tahun 2007

RONA AWAL KAWASAN PESISIR SUMPANGMINANGAE
Kawasan Pesisir Sumpangminangae merupakan daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar, dengan mencakup 2 daerah Kelurahan yaitu Limpoe dan Sumpangminangae, dengan total luas daerah 5,3 Km2 atau 5,33 % dari luas Kota Parepare. Kawasan ini masuk dalam Kecamatan Bacukiki, sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Cappagalung, sebelah Barat berbatasan Selat Makassar, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Watang Bacukiki, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru. Dapat dilihat pada Peta Administrasi Kawasan Rencana.
Aspek Fisik Wilayah Perencanaan
A. Ketinggian Tempat
Ditinjau dari aspek topografi, Kota Parepare merupakan daerah yang datar sampai bergelombang, dengan klasifikasi yaitu + 80% luas areal merupakan daerah perbukitan dan selebihnya menjadi pusat kota dengan ketinggian + 25 – 500 m dpl. Kawasan Pesisir Sumpangminangae dengan terbagi atas 2 Kelurahan dengan ketinggian pada Kelurahan Limpoe yaitu >700 meter dari permukaan air laut dengan luasan 11,43 Km2, dan kelurahan Sumpangminangae dengan Titik Ketinggian < 500 Meter dari permukaan air laut dengan luasan 0,13 Km2. Dapat dilihat pada peta ketinggian kawasan rencana.
B. Kelerengan
Wilayah Kota Parepare sebagian besar bertopografi tinggi dan bergelombang (tingkat kemiringan 2-40 %), seperti pada umumnya wilayah di bagian timur Propinsi Sulawesi Selatan dan sebagian kecil bertopografi rendah/landai (tingkat kemiringan 0-2 %) pada sebagian kecil bagian baratnya. Kondisi fisik dasar ini sangat mempengaruhi keadaan lingkungan dan permukiman serta sosial ekonomi masyarakatnya. Untuk Wilayah Kawasan Pesisir Sumpangminangae kemiringan tempat yang dominan adalah 0-2 % dan selebihnya 2-30 %. Dapat dilihat pada peta kelerengan kawasan rencana.

C. Tata Guna Lahan
Kota Parepare yang memiliki luas wilayah 9.933 Ha berdasarkan pola pemanfaatan lahannya pada tahun 2006 masih didominasi kawasan hutan yaitu ± 4363,83 Ha atau 43,93% dari luas Kota Parepare. Kondisi tersebut sama pada keadaaan tahun 1999 dan 2000 yang pada umumnya masih tetap didominasi oleh hutan. Sedangkan pemanfaatan lahan untuk permukiman sebagai lokasi hunian bagi penduduk luasnya berkisar 545,10 Ha (5,49%) yang berarti mengalami kenaikan dari luas tahun 1999 yaitu 423,82 Ha (4,26%) dan tahun 2006 yang luasnya 424,00 Ha (4,27%). Untuk lebih jelasnya pola guna lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
Luas dan persentase Penggunaan Lahan menurut Kondisi
di Kota Parepare tahun 1999, 2000 dan 2006
No Penggunaan Lahan 1999 2000 2006
Luas
(Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 Permukiman
Jasa
Industri
Perusahaan
Kebun/Tegalan
Sawah
Tambak
Rawa
Hutan
Padang Rumput
Jalan /Perhungan
Kolam/empang 423,82
71,78
17,32
59,02
2288
933,9
36,05
1,22
3762,92
2058,15
280,25
- 4,26
0,72
0,17
0,59
23,03
9,40
0,36
0,01
37,80
20,72
2,82
- 545,10
71,90
17,32
59,02
1562,05
932,24
36,65
1,22
4363,83
2058,12
285,55
- 5,49
0,72
0,18
0,60
15,72
9,39
0,37
0,01
43,93
20,72
2,87
- 424,00
71,78
17,32
59,02
1.849,00
933,00
14,00
1,00
4.363,83
1.912,50
285,55
2,00 4,27
0,73
0,17
0,59
18,62
9,39
0,15
0,01
43,93
19,25
2,87
0,02
Jumlah 9.933 100 9.933 100 9.933 100
Sumber: Bappeda Kota Parepare, 2008
DASAR PERTIMBANGAN
a. Data Fisik Wilayah Perencanaan
Dalam hal ini data fisik wilayah sangat penting dalam menzonasi ruang pesisir berbasis mitigasi bencana bagian daratan (up land), seperti data guna lahan, ketinggian dan kelerengan lapangan. Hal ini berfungsi mendeneliasi daerah yang potensi rawan tsunami dan daerah bebas tsunami, sehingga salah satu konsep yaitu evakuasi yang ingin kami terapkan dapat tercover dalam zonasi ruang pesisir ini.

b. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Parepare
Berdasarkan fungsi dan peran yang diemban Kota Parepare secara umum seperti yang diuraikan pada penjelasan terdahulu dikaitkan dengan hasil analisis potensi bagian-bagian wilayah kota (BWK), maka dapat ditentukan fungsi Kawasan Pesisir Sumpangminangae masuk dalam BWK F dengan arahan fungsi utama sebagai Kawasan Industri dan Transportasi Darat, serta Fungsi Penunjang sebagai daerah Rekreasi dan permukiman. Dapat dilihat pada lampiran, Peta Pembagian Fungsi BWK Kota Parepare.
c. Undang-undang Tentang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007
UU Tentang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa penataan ruang sebaiknya berbasis Mitigasi Bencana, demi sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan Penghidupan.

c. Peraturan Pemerintah No. PER.16/MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

d. Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil No. 27 tahun 2007

PENENTUAN ZONA
Kawasan Pesisir Sumpangminangae, kami bagi atas 3 zona yaitu
A. ZONA I (ZONA KONSERVASI/RAWAN BENCANA/PENYANGGA I)
Zona ini rawan akan bencana Tsunami, dengan ketinggian didominasi 0-7 meter meter dari permukaan air laut, kelerengan 0-3 %, identifikasi Awal sebagai daerah rawan bencana. Guna lahan yang terjadi di zona ini yaitu permukiman, persawahan, Kebun Campuran dan hutan.
Arahan Zona
zona ini di arahkan pada fungsi kegiatan pada daerah pesisir yaitu :
- Pelestarian Tanaman Mangrove sebagai pertanahan fisik alami daerah pesisir, penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai.
- pembangunan tanggul penahan gelombang pasang sebagai pertahanan fisik buatan, daerah Pertambakan,
- Penentuan Sempadan Pantai 125-300 meter dari garis pantai
- Arahan sebagai daerah wisata Bahari merujuk dari RTRWK Parepare
- Arahan tidak di persyaratkan untuk pembangunan perumahan, perkantoran maupun sarana dan prasarana yang sangat vital seperti rumah sakit, pasar, kantor pemerintahan, jaringan listrik, jaringan telepon, dll.
- Menentukan jenis bangunan di daerah pesisir baik itu bagi permukiman nelayan ataupun masyarakat local kawasan tersebut.
- rekayasa ruang dengan pembangunan jalur Evakuasi ke daerah yang lebih tinggi. Daerah ini pada system kelembagaan di syaratkan telah ada system early warming atau pemberitahuan lebih awal serta simulasi rawan bencana sebelumnya.
- dan prasarana daerah pesisir lainnya.

B. ZONA II (ZONA ANTARA/PENYANGGA II)
Zona ini cukup bebas dari gelombang Tsunami, dengan ketinggian 25-500 meter dari permukaan air laut Identifikasi awal Guna lahan yang terjadi di zona ini yaitu permukiman, persawahan dan hutan.
Arahan Zona
- di arahkan pada pembangunan yang sifatnya cukup vital baik sarana dan prasarana maupun arahan untuk budidaya lainnya seperti permukiman, perkantoran, perdagangan, industry dan lain-lain.
- Sebagai daerah wisata dengan status Penyangga II
- Sebagai daerah Permukiman
- Pembangunan jalur Evakuasi ke daerah yang jauh lebih tinggi dan lebih bebas. Daerah ini pada system kelembagaan di syaratkan telah ada system early warming atau pemberitahuan lebih awal serta simulasi rawan bencana sebelumnya.

C. ZONA III (ZONA BEBAS TSUNAMI)
Identifikasi awal Zona ini bebas dari Tsunami, ketinggian dominan > 500 meter dari permukaan air laut, kemiringan lereng 15-40 % hal ini sangat cocok sebagai hunian yang bebas dari tsunami, penempatan sarana dan prasarana vital bagi kota, daerah industry, kantor pusat, militer, daerah perlindungan setempat, dll.
Arahan Zona
- Sebagai Kawasan Lindung Setempat
- Pembangunan sarana vital bagi daerah yang kelerengan < 15 %
- Permukiman serta sarana Vital Perkotaan yang bebas dari gelombang tsunami
- Serta zona evakuasi sebagai tempat atau titik perlindungan dari bencana Tsunami.
- Pembangunan prasarana jalan Evakuasi.

KESIMPULAN
Daerah pesisir Sumpangminangae, merupakan daerah yang sangat beragam secara fisik wilayah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar, serta belum dikembangkan sepenuhnya. Oleh karena itu, pembangunan yang akan dilakukan harus mengikuti Zonasi yang telah direncanakan agar dapat mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana alam seperti tsunami dan dapat memberdayakan masyarakat daerah pesisir yang berprofesi selain nelayan serta menjaga kelestarian laut dan pesisir.
Zonasi kawasan pesisir Sumpangminangae terbagi atas 3 yaitu
a. Zona I daerah konservasi serta identifikasi daerah Rawan bencana
b. Zona II daerah antara atau daerah penyangga yang cukup bebas dari bencana Tsunami.
c. Zona III merupakan daerah yang bebas Tsunami
Rekayasa ruang yang terjadi pembuatan jalur-jalur evakuasi ke daerah zona aman atau bebas Tsunami, namun masyarakat telah diberikan simulasi awal tentang bagaimana menghadapi Tsunami sehingga dapat memperkecil korban jiwa.



DAFTAR PUSTAKA

Diposaptono, Subandono. 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. Buku Ilmiah Populer. Bogor

Permen No.16 Tahun 2008 Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Parepare Tahun 2001

Salim, Agus. 2008. Materi Kuliah II. Mitigasi Ruang Pesisir. Jurusan PWK -FST UIN Alauddin. Makassar.

UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

UU No 27 Tahun 2007 Tentang Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

KAWASAN PESISIR SUMPANGMINANGAE , KOTA PARE-PARE BERBASIS MITIGASI TSUNAMI

LATAR BELAKANG
Daerah Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara In Land dan Up land, yaitu perantara antara Laut dan Daratan hal ini menjadikan pesisir menjadi daerah yang sangat memiliki potensi kawasan yang sangat tinggi baik wisata, Industri, permukiman, dll. Namun disamping itu daerah pesisir merupakan daerah yang melindungi daerah daratan karena sebagai daerah bawah yang melindungi daerah atasnya (daratan).
Wilayah pantai timur Sulawesi Selatan salah satu wilayah yang kaya akan potensi sumber daya laut, wisata, namun juga potensi akan Gelombang Pasang Tsunami (Agus Hendratno, 2005). Selat Makassar masuk dalam Zona D Sesismotektonik dengan 9 kali kejadian Tsunami dalam kurun waktu 400 tahun belakangan (Latief et al, 2000). Di Sulawesi Selatan, bencana Tsunami pernah melanda Kabupaten Majene (1964), Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba (1904), serta Kabupaten Selayar (1964 dan 1992). Daerah Sumpangminangae merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar di sebelah timur dan masuk dalam Zona D dengan periode ulang Tsunami antara 15-20 Tahun (Subandono, 2007)
Rencana Zonasi Ruang Pesisir di Daerah Sumpangminangae Kota Parepare sebagai bentuk mitigasi untuk menghindari kerusakan ataupun kehancuran yang lebih parah pada daerah pesisir atau Up land atau daerah daratan beserta yang tinggal di dalamnya. Dasar pertimbangan perencanaan dengan melihat fisik kawasan, tata guna lahan serta ruang wilayah secara makro dan Kota secara mikro, yaitu melihat arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Parepare.
TUJUAN
Rencana Zonasi Ruang Pesisir berdasarkan FILOSOFI di atas bertujuan
- Menjaga peradaban baik di darat maupun di laut
- Menjaga keseimbangan antara laut dan darat
- Berusaha bersikap saling menghargai terhadap laut yang memberikan kita sumber daya yang melimpah.

Rencana Zonasi Ruang Pesisir juga bertujuan
- Mengembalikan fungsi asli wilayah pesisir baik sebagai kawasan budidaya serta kawasan lindung
- Meminimalkan atau memperkecil korban jiwa akibat bencana tsunami
- Mencegah kehancuran daerah pesisir akibat bencana tsunami yang menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana vital yang ada di wilayah pesisir.
METODE PENELITIAN
a. Lokasi Penelitian berada di Kawasan Pesisir Sumpangminangae, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare. Sulawesi Selatan.
b. Analisis didasarkan pada kondisi fisik wilayah serta mempertimbangkan arahan wilayah Kota Parepare secara makro serta kawasan Sumpangminangae secara mikro

GAMBARAN UMUM KOTA PAREPARE
Berdasarkan tinjauan astronomi, Kota Parepare terletak antara 3057’39’’-4004’ 49’’ Lintang Selatan dan 1190 36’ 24’’ - 1190 43’ 40’’ Bujur Timur, sedangkan secara geografis terletak di sebelah barat bagian tengah Propinsi Sulawesi Selatan. Kota Parepare terletak di sebelah utara timur laut Kota Makassar yang berjarak tempuh kurang lebih 3 jam perjalanan atau 155 km.
Kota Parepare secara administrasi dan geografis berbatasan dengan beberapa kabupaten sebagai berikut :
 sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang;
 sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap);
 sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru; dan
 sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Parepare dan Selat Makassar.
Kota Parepare memiliki 21 kelurahan di 3 kecamatan (lihat tabel) yang memanjang dari barat ke timur sepanjang Teluk Parepare atau pesisir barat Propinsi Sulawesi Selatan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh wilayah belakang (hinterlandnya), yaitu Kabupaten: Pinrang, Enrekang, Sidrap, dan Barru, yang terletak di sebelah barat ke timur Propinsi Sulawesi Selatan. Luas keseluruhan wilayah kota Parepare yang berjarak 155 km dari Kota Makassar adalah 99,33 km2 atau hanya sekitar 0,16 % dari luas keseluruhan Propinsi Sulawesi Selatan (62.641,39 km2).
Kecamatan dan Kelurahan di Kota Parepare tahun 2006
No. Kecamatan Kelurahan Luas (km2) Persentase (%)
1. Bacukiki
Lumpue
Watang Bacukiki
Lemoe
Lompoe
Bumi Harapan
Sumpangminangae
Cappagalung
Tiro Sompe
Kampung Baru 79,70
4,99
25,52
29,75
11,43
6,16
0,31
0,70
0,38
0,46 80,23
5,02
25,69
29,95
11,51
6,20
0,31
0,70
0,38
0,46
2. Ujung
Labukkang
Mallusetasi
Ujung Sabbang
Ujung Bulu
Lapadde 11,30
0,36
0,22
0,36
0,38
9,98 11,38
0,36
0,22
0,36
0,38
10,05
3. Soreang
Kampung Pisang
Lakessi
Ujung Baru
Ujung Lare
Bukit Indah
Watang Soreang
Bukit Harapan 8,33
0,12
0,15
0,48
0,18
1,19
0,65
5,56 8,39
0,12
0,15
0,48
0,18
1,20
0,65
5,56
Jumlah 99,33 100
Sumber : Kota Parepare dalam Angka Tahun 2007

RONA AWAL KAWASAN PESISIR SUMPANGMINANGAE
Kawasan Pesisir Sumpangminangae merupakan daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar, dengan mencakup 2 daerah Kelurahan yaitu Limpoe dan Sumpangminangae, dengan total luas daerah 5,3 Km2 atau 5,33 % dari luas Kota Parepare. Kawasan ini masuk dalam Kecamatan Bacukiki, sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Cappagalung, sebelah Barat berbatasan Selat Makassar, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Watang Bacukiki, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru. Dapat dilihat pada Peta Administrasi Kawasan Rencana.
Aspek Fisik Wilayah Perencanaan
A. Ketinggian Tempat
Ditinjau dari aspek topografi, Kota Parepare merupakan daerah yang datar sampai bergelombang, dengan klasifikasi yaitu + 80% luas areal merupakan daerah perbukitan dan selebihnya menjadi pusat kota dengan ketinggian + 25 – 500 m dpl. Kawasan Pesisir Sumpangminangae dengan terbagi atas 2 Kelurahan dengan ketinggian pada Kelurahan Limpoe yaitu >700 meter dari permukaan air laut dengan luasan 11,43 Km2, dan kelurahan Sumpangminangae dengan Titik Ketinggian < 500 Meter dari permukaan air laut dengan luasan 0,13 Km2. Dapat dilihat pada peta ketinggian kawasan rencana.
B. Kelerengan
Wilayah Kota Parepare sebagian besar bertopografi tinggi dan bergelombang (tingkat kemiringan 2-40 %), seperti pada umumnya wilayah di bagian timur Propinsi Sulawesi Selatan dan sebagian kecil bertopografi rendah/landai (tingkat kemiringan 0-2 %) pada sebagian kecil bagian baratnya. Kondisi fisik dasar ini sangat mempengaruhi keadaan lingkungan dan permukiman serta sosial ekonomi masyarakatnya. Untuk Wilayah Kawasan Pesisir Sumpangminangae kemiringan tempat yang dominan adalah 0-2 % dan selebihnya 2-30 %. Dapat dilihat pada peta kelerengan kawasan rencana.

C. Tata Guna Lahan
Kota Parepare yang memiliki luas wilayah 9.933 Ha berdasarkan pola pemanfaatan lahannya pada tahun 2006 masih didominasi kawasan hutan yaitu ± 4363,83 Ha atau 43,93% dari luas Kota Parepare. Kondisi tersebut sama pada keadaaan tahun 1999 dan 2000 yang pada umumnya masih tetap didominasi oleh hutan. Sedangkan pemanfaatan lahan untuk permukiman sebagai lokasi hunian bagi penduduk luasnya berkisar 545,10 Ha (5,49%) yang berarti mengalami kenaikan dari luas tahun 1999 yaitu 423,82 Ha (4,26%) dan tahun 2006 yang luasnya 424,00 Ha (4,27%). Untuk lebih jelasnya pola guna lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
Luas dan persentase Penggunaan Lahan menurut Kondisi
di Kota Parepare tahun 1999, 2000 dan 2006
No Penggunaan Lahan 1999 2000 2006
Luas
(Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 Permukiman
Jasa
Industri
Perusahaan
Kebun/Tegalan
Sawah
Tambak
Rawa
Hutan
Padang Rumput
Jalan /Perhungan
Kolam/empang 423,82
71,78
17,32
59,02
2288
933,9
36,05
1,22
3762,92
2058,15
280,25
- 4,26
0,72
0,17
0,59
23,03
9,40
0,36
0,01
37,80
20,72
2,82
- 545,10
71,90
17,32
59,02
1562,05
932,24
36,65
1,22
4363,83
2058,12
285,55
- 5,49
0,72
0,18
0,60
15,72
9,39
0,37
0,01
43,93
20,72
2,87
- 424,00
71,78
17,32
59,02
1.849,00
933,00
14,00
1,00
4.363,83
1.912,50
285,55
2,00 4,27
0,73
0,17
0,59
18,62
9,39
0,15
0,01
43,93
19,25
2,87
0,02
Jumlah 9.933 100 9.933 100 9.933 100
Sumber: Bappeda Kota Parepare, 2008
DASAR PERTIMBANGAN
a. Data Fisik Wilayah Perencanaan
Dalam hal ini data fisik wilayah sangat penting dalam menzonasi ruang pesisir berbasis mitigasi bencana bagian daratan (up land), seperti data guna lahan, ketinggian dan kelerengan lapangan. Hal ini berfungsi mendeneliasi daerah yang potensi rawan tsunami dan daerah bebas tsunami, sehingga salah satu konsep yaitu evakuasi yang ingin kami terapkan dapat tercover dalam zonasi ruang pesisir ini.

b. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Parepare
Berdasarkan fungsi dan peran yang diemban Kota Parepare secara umum seperti yang diuraikan pada penjelasan terdahulu dikaitkan dengan hasil analisis potensi bagian-bagian wilayah kota (BWK), maka dapat ditentukan fungsi Kawasan Pesisir Sumpangminangae masuk dalam BWK F dengan arahan fungsi utama sebagai Kawasan Industri dan Transportasi Darat, serta Fungsi Penunjang sebagai daerah Rekreasi dan permukiman. Dapat dilihat pada lampiran, Peta Pembagian Fungsi BWK Kota Parepare.
c. Undang-undang Tentang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007
UU Tentang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa penataan ruang sebaiknya berbasis Mitigasi Bencana, demi sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan Penghidupan.

c. Peraturan Pemerintah No. PER.16/MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

d. Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil No. 27 tahun 2007

PENENTUAN ZONA
Kawasan Pesisir Sumpangminangae, kami bagi atas 3 zona yaitu
A. ZONA I (ZONA KONSERVASI/RAWAN BENCANA/PENYANGGA I)
Zona ini rawan akan bencana Tsunami, dengan ketinggian didominasi 0-7 meter meter dari permukaan air laut, kelerengan 0-3 %, identifikasi Awal sebagai daerah rawan bencana. Guna lahan yang terjadi di zona ini yaitu permukiman, persawahan, Kebun Campuran dan hutan.
Arahan Zona
zona ini di arahkan pada fungsi kegiatan pada daerah pesisir yaitu :
- Pelestarian Tanaman Mangrove sebagai pertanahan fisik alami daerah pesisir, penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai.
- pembangunan tanggul penahan gelombang pasang sebagai pertahanan fisik buatan, daerah Pertambakan,
- Penentuan Sempadan Pantai 125-300 meter dari garis pantai
- Arahan sebagai daerah wisata Bahari merujuk dari RTRWK Parepare
- Arahan tidak di persyaratkan untuk pembangunan perumahan, perkantoran maupun sarana dan prasarana yang sangat vital seperti rumah sakit, pasar, kantor pemerintahan, jaringan listrik, jaringan telepon, dll.
- Menentukan jenis bangunan di daerah pesisir baik itu bagi permukiman nelayan ataupun masyarakat local kawasan tersebut.
- rekayasa ruang dengan pembangunan jalur Evakuasi ke daerah yang lebih tinggi. Daerah ini pada system kelembagaan di syaratkan telah ada system early warming atau pemberitahuan lebih awal serta simulasi rawan bencana sebelumnya.
- dan prasarana daerah pesisir lainnya.

B. ZONA II (ZONA ANTARA/PENYANGGA II)
Zona ini cukup bebas dari gelombang Tsunami, dengan ketinggian 25-500 meter dari permukaan air laut Identifikasi awal Guna lahan yang terjadi di zona ini yaitu permukiman, persawahan dan hutan.
Arahan Zona
- di arahkan pada pembangunan yang sifatnya cukup vital baik sarana dan prasarana maupun arahan untuk budidaya lainnya seperti permukiman, perkantoran, perdagangan, industry dan lain-lain.
- Sebagai daerah wisata dengan status Penyangga II
- Sebagai daerah Permukiman
- Pembangunan jalur Evakuasi ke daerah yang jauh lebih tinggi dan lebih bebas. Daerah ini pada system kelembagaan di syaratkan telah ada system early warming atau pemberitahuan lebih awal serta simulasi rawan bencana sebelumnya.

C. ZONA III (ZONA BEBAS TSUNAMI)
Identifikasi awal Zona ini bebas dari Tsunami, ketinggian dominan > 500 meter dari permukaan air laut, kemiringan lereng 15-40 % hal ini sangat cocok sebagai hunian yang bebas dari tsunami, penempatan sarana dan prasarana vital bagi kota, daerah industry, kantor pusat, militer, daerah perlindungan setempat, dll.
Arahan Zona
- Sebagai Kawasan Lindung Setempat
- Pembangunan sarana vital bagi daerah yang kelerengan < 15 %
- Permukiman serta sarana Vital Perkotaan yang bebas dari gelombang tsunami
- Serta zona evakuasi sebagai tempat atau titik perlindungan dari bencana Tsunami.
- Pembangunan prasarana jalan Evakuasi.

KESIMPULAN
Daerah pesisir Sumpangminangae, merupakan daerah yang sangat beragam secara fisik wilayah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar, serta belum dikembangkan sepenuhnya. Oleh karena itu, pembangunan yang akan dilakukan harus mengikuti Zonasi yang telah direncanakan agar dapat mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana alam seperti tsunami dan dapat memberdayakan masyarakat daerah pesisir yang berprofesi selain nelayan serta menjaga kelestarian laut dan pesisir.
Zonasi kawasan pesisir Sumpangminangae terbagi atas 3 yaitu
a. Zona I daerah konservasi serta identifikasi daerah Rawan bencana
b. Zona II daerah antara atau daerah penyangga yang cukup bebas dari bencana Tsunami.
c. Zona III merupakan daerah yang bebas Tsunami
Rekayasa ruang yang terjadi pembuatan jalur-jalur evakuasi ke daerah zona aman atau bebas Tsunami, namun masyarakat telah diberikan simulasi awal tentang bagaimana menghadapi Tsunami sehingga dapat memperkecil korban jiwa.



DAFTAR PUSTAKA

Diposaptono, Subandono. 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. Buku Ilmiah Populer. Bogor

Permen No.16 Tahun 2008 Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Parepare Tahun 2001

Salim, Agus. 2008. Materi Kuliah II. Mitigasi Ruang Pesisir. Jurusan PWK -FST UIN Alauddin. Makassar.

UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

UU No 27 Tahun 2007 Tentang Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

Friday, April 17, 2009

Metode Pendekatan Dalam Ilmu Islam & Karakteristik Ajaran Islam : Dalam Bidang Perencanaan Wilayah & Kota





Salah 1 metode Pendekatan dalam Islam yaitu secara Empirik. Dalam hal ini saya Cuma mengambil 2 kategori yaitu
1) Empirical Science, yakni ukuran benar tidaknya adalah dibuktikan secara empirik melalui eksperimen. Sumbernya adalah pancaindera, terutama mata. Mata itu bahasa Arabnya adalah ain, maka disebutlah ainul yaqin . Yang termasuk ke dalam empirical science antara lain kedokteran, fisika, kimia, bilogi, goelogi.
Dalam kaitan Karakteristik Islam dalam Ilmu perencanaan Wilayah dengan menggunakan pendekatan Empirical Science, yaitu bahwa dengan melaksanakan eksperimen atau kajian secara mendalam terhadap wilayah atau ruang secara dapat dengan sadar mampu mendekatkan diri pada yang maha kuasa karena hasil eksperimen kajian perencanaan wilayah dan kota memberikan gambaran bahwa alam diciptakan untuk dimanfaatkan manusia serta untuk dijaga oleh manusia.

Menjelaskan tentang kehidupan sekitar
Agama islam selalu memberikan tentang penjelasan sekitar kita, baik manusia (individu), kelompok (komunitas), social (society), lingkungan, hewan, tumbuhan dan lain-lain. Manusia diharapkan serta diajak untuk memahami agama islam untuk kehidupannya serta kehidupan manusia dan lingkungan di sekitarnya. Ajaran agama islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman baik past and future.


Contoh Ayat tentang Lingkungan Alam

Artinya :Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.
Menjelaskan Bagaimana kita menghargai Alam
Ajaran agama islam mengajarkan kita untuk menghargai alam disekitar kita. Sehingga alam tidak berbalik memusuhi ataupun melukai manusia. Dalam perencanaan wilayah bagaimana manusia dapat menggunakan sumberdaya yang sebanyak-banyaknya namun tetap harus ditetapkan kawasan lindung, jalur hijau, taman kota, mangrove, cathment area, kawasan bergambut, dll. Untuk tetap menjaga kelestarian alam, baik tanah, udara dan air.

Artinya Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).



2) Rational Science , ialah ilmu yang kebenarannya ditentukan oleh hubungan sebab – akibat. Kalau ada hubungan yang logis disebutlah rational. Sumbernya adalah ratio, maka disebutlah ilmul yaqin. termasuk ke dalam kategori ilmu ini antara lain bahasa, filsafat, matematika.
Dalam kaitan Karakteristik Islam dalam Ilmu perencanaan Wilayah dengan menggunakan pendekatan Rational Science, yaitu bahwa dengan mengkaji sebab akibat dalam sebuah erencanaan dapat menjadi salah satu pendektan dalam mendalami ilmu agama islam. Sebagai contoh perencanaan Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam perencanaan DAS, dari DAS Hulu, DAS Tengah, sert DAS Hilir haruslah terencana dengan baik. Dari hulu, kita diarahkan sebagai konservasi kawasan hutan atau kawasan daerah resapan air, sehingga dibagian hilir tidak akan menjadi banjir ataupun terjadi Run-Off yang berlebihan diakibatkan bagian Hulu yang tidak terawat dan diarahkan dengan baik. Begitupun daerah Hilir dan tengah diusahakan tidak terjadi pendangkalan ataupun sedimentasi dan diarahkan 150 meter sepanjang DAS Tengah dan DAS Hilir sebagai Buffer Zone atau kawasan penyanggga. Hal ini sehingga proses siklus atau daur air kembali kehulu dapat terjadi. Hal ini salah satu contoh sebab-akibat yang mampu mengantarkan kita bahwa betapa besar karunia Allah yang harus kita jaga. Seperti surat berikut ini

Surah Nuh Ayat 12

Artinya Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.